3 Sumber Kesalahan


Segala sesuatu pasti ada asal dan sumbernya. Dan kali ini kita akan membuka satu pertanyaan, bagaimana seseorang bisa berbuat salah? Darimana sumber awalnya?

Jika kita menengok pada ayat-ayat Al-Qur’an, setidaknya ada tiga sumber utama dari kesalahan manusia, yaitu:

1. Melangkah berdasarkan prasangka (keraguan), bukan keyakinan (hal-hal yang ia ketahui dengan pasti).

Kesalahan terjadi karena kita tidak tahu pasti dengan sesuatu yang kita pilih, atau dengan langkah yang kita ambil. Andai manusia memilih atau melangkah berdasarkan “hal-hal yang ia ketahui dengan pasti” dan tidak memberi ruang pada “sesuatu yang masih diragukannya”, maka ia tidak akan pernah terjerumus dalam kesalahan.

Begitu banyak ketergelinciran terjadi karena kita melangkah dengan keraguan. Sementara kita belum mengerti benar medan yang akan kita tempuh.

Allah swt berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa.” (QS.Al-Hujurat:12)

Dalam ayat lainnya Allah berfirman,

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ

“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.” (QS.Al-An’am:116)

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.” (QS.Al-Isra’:36)

2. Taklid buta.

Sebagian orang meyakini bahwa kebenaran adalah sesuatu yang diterima atau diyakini oleh mayoritas. Atau bahkan sesuatu yang diyakini oleh orang-orang terdahulu akan diterima oleh generasi selanjutnya (seperti mitos-mitos dan keyakinan yang berkembang selama ini.)

Sementara logika Al-Qur’an memiliki pandangan yang berbeda, bahwa kita harus menimbang segala sesuatu dengan akal. Bukan dengan bertaklid buta dengan pendapat nenek moyang, tokoh atau mayoritas masyarakat. Jadikan akal sebagai penentu, apakah suatu pandangan akan kita terima atau kita tolak.

Allah swt berfirman,

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk. (QS.Al-Baqarah:170)

Al-Qur’an menjelaskan bahwa lama atau tidaknya sebuah pemikiran tidak serta merta menjadikannya tolak ukur benar atau salahnya. Sementara kelalaian dan taklid buta adalah penyebab manusia menyimpang dari fitrahnya. Seperti yang disebutkan dalam surat Al-A’raf 172-173.

3. Mengikuti Hawa Nafsu.

Al-Qur’an sering sekali mengingatkan sumber kesalahan yang ketiga ini. Yaitu mengikuti hawa nafsu dan pengaruh-pengaruh yang menyesatkan.

إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ

Mereka hanya mengikuti dugaan, dan apa yang diinginkan oleh keinginannya. (QS.an-Najm:23)

Itulah tiga sumber kesalahan menurut Al-Qur’an, tentu masih banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan sumber kesalahan manusia. Semoga kajian singkat ini dapat menjadi pegangan kita untuk dapat berhati-hati dalam memilih dan melangkah.

[khazanahalquran.com ]

0 komentar: