Mukmin itu Lebih Unggul



وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
(QS. Ali Imran ayat 139)



Kenapa Harus Rendah Diri?

Betapa banyak kita melihat kaum muslimin yang rendah diri (inferior) di hadapan orang-orang kafir dengan segala kelebihan yang mereka miliki. Padahal jika mereka memahami hakikat yang sesungguhnya, justru umat muslim itu lebih utama dari orang kafir karena keimanan mereka.

Tapi begitulah kenyataannya, ada pelajar muslim yang study ke eropa atau ke amerika, mereka kagum dengan professor di sana dan mengamini semua yang diucapkan guru besar mereka. Menjadi pengekor semua pemikiran rancu. Mereka lebih bangga belajar islam kepada orang-orang kafir dibanding belajar islam kepada para ulama. Lihatlah hasilnya, lahir kader-kader sekuler nan liberal yang membeli kesenangan hidup dengan aqidah yang tidak ternilai harganya.

Kemudian mereka kembali ke berbagai penjuru negeri kaum muslimin dengan membawa paham-paham yang menyesatkan.

Kita lihat bagaimana segelintir kaum muslimin rela menggadaikan ideology dan prinsip hidupnya demi mendapat ridho orang-orang kafir. Kita juga bisa melihat bagaimana orang-orang yang mengaku mukmin tapi pesimis dengan masa depan, hanya karena melihat orang kafir yang selangkah lebih maju dari kaum beriman.  Kemudian mereka membuat satu kesimpulan kacau bahwa umat ini akan maju selama tidak konservatif dan jumud. Umat ini akan bertransformasi menjadi umat yang disegani jika mampu melepaskan diri dari ikatan-ikatan syariat yang mereka anggap ‘mengekang.’

Mereka berkesimpulan bahwa Eropa dan Amerika bisa maju dan berperadaban karena mereka telah mampu memisahkan urusan agama dengan kehidupan mereka.

Benarkah?

Memang sekilas syubhat yang dilontarkan Nampak benar adanya. Tapi sungguh sangat keliru. Bangsa barat maju bukan hanya karena factor menjauhnya mereka dari agama. Karena bagi kita tidak ada bedanya apakah mereka mendekat kepada agama atau menjauh dari agama, toh  itu tak ada bedanya. Karena aqidah mereka aqidah trinitas, bukan aqidah Tauhid yang telah menjamin kebahagiaan dunia akhirat.

Bangsa Barat bisa maju karena mereka memiliki system dan prilaku yang baik. Mereka memiliki tata kehidupan yang tertib dengan disiplin yang tinggi.

Berbeda dengan umat Islam yang saat ini cenderung meninggalkan aturan dan tata nilai dalam kehidupannya. Sehingga kita bisa melihat Negara-negara kafir lebih beradab dan bersih dibanding Negara-negara muslim.

Maka yang salah bukan islam, tapi kita yang telah mencampakan nilai-nilai dan keteraturan yang telah diajarkan islam. Benarlah apa yang dikatakan oleh Abul A’la al-Maududi. Al-islamu mahjubul bil muslim. Islam terhalang oleh kaum muslimin. Ya, kaum muslimin yang tidak mencerminkan dirinya sebagai seorang beriman.

Jangan salahkan islam, tapi salahkan diri kita yang tidak bisa memberi bukti bahwa umat islam itu umat yang beradab. Kita yang seharusnya bertanggung jawab ketika aturan-aturan dan akhlak islam dicampakan.

Jika seorang mukmin sudah menjalankan aturan islam dengan baik, maka dia akan menjadi manusia yang baik. Jika seorang mukmin yang belum menunjukan diri sebagai manusia yang baik, berarti dia belum memahami agamanya dengan baik. Sesederhana ini, sehingga tidak ada lagi yang berkoar-koar bahwa penyebab keterbelakangan umat islam karena mereka terlalu ‘konservatif’ terhadap ajaran agama.

Padahal jika kita telisik sejarah, justru orang-orang kafir  (baca: bangsa Eropa) itu berperadaban setelah berinteraksi dengan kaum mukminin di abad pertengahan.

Dalam sejarah Islam, kebudayaan dan pemikiran Muslim berkembang sangat baik di era kekhalifahan. Ilmuwan-ilmuwan Muslim lahir di masa Dinasti Ummayah dan Abbasyiah, lalu berlanjut hingga ke Kekhalifahan Utsmaniyah. Saat kekuasaan Islam menguasai Andalusia, misalnya, wilayah ini diubah jadi tempat paling maju dan paling berperadaban di daratan Eropa. Bahkan disebutkan bahwa cordoba sebagai kota metropolitan pertama di dunia. Dimana masa itu Eropa berada dalam masa kegelapan yang tidak mengenal peradaban.

Apakah ilmuwan Muslim itu mengabaikan agama? Tidak. Ilmuwan seperti Al-Biruni menelaah ayat-ayat al-Qur’an tentang alam semesta untuk menulis karya-karyanya. Demikian pula Ibnu Sina yang tak melepaskan dirinya dari al-Qur’an saat menulis kitab-kitab kesehatan serta beberapa karya di bidang astronomi dan astrologi. Sebutkan nama lebih banyak, dan mereka lahir di era di mana kekuasaan Islam tengah berjaya. Di masa ajaran al-Qur’an ditegakkan!

Jangan tanya soal toleransi di masa itu. Sejak era Rasulullah etika berperang kaum Muslim sudah digariskan. Salah satu larangannya adalah merusak rumah ibadah. Garis bawahi ini, dilarang merusak rumah ibadah. Tidak disebut apakah itu gereja, sinagog, atau kuil. Malah khalifah-khalifah Islam melindungi kaum Kristen, Yahudi, juga penganut paganisme yang berada di wilayah kekuasaannya.

Berkaca dari Kisah Rib’I bin Amr Ats-Tsaqafi radiyallahu anhu

Seharusnya kita tidak silau dengan apa pun yang kita lihat dan kita anggap sebagai ‘kelebihan’ dari orang-orang kafir. Karena semua kelebihan mereka itu tidak ada nilainya jika dibandingkan dengan keimanan yang ada di dada-dada kita.

Marilah kita simak sejenak kisah menakjubkan dari seorang sahabat bernama Rib’I bin Amr Ats-Tsaqafi radiyallahu anhu.

Sebelum terjadi peperangan Qadisiyah antara tentara Muslimin pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dengan tentara Persia pimpinan Rustam, Sa’ad terlebih dulu mengirim utusan kepada Rustam beberapa kali. Di antara utusan tersebut adalah Rib’i bin ‘Amir Ats-Tsaqafi radhiyallahu ‘anhu.

Maka Rib’i pun segera masuk menemui Rustam sementara mereka telah menghiasi pertemuan itu dengan bantal-bantal yang dirajut dengan benang emas, serta permadani-permadani yang terbuat dari sutera. Mereka mempertontonkan kepadanya berbagai macam perhiasan berupa yaqut, permata-permata yang mahal, dan perhiasan lain yang menyilaukan mata, sementara Rustam memakai mahkota dan sedang duduk di atas ranjang yang terbut dari emas.

Berbeda keadaannya dengan Rib’i. Beliau masuk dengan hanya mengenakan baju yang sangat sederhana, dengan pedang, perisai, dan kuda yang pendek. Rib’i masih tetap di atas kudanya hingga menginjak ujung permadani. Kemudian beliau turun serta mengikatkan kuda tersebut di sebagian bantal-bantal yang terhampar. Setelah itu beliau langsung masuk dengan senjata, baju besi, dan penutup kepalanya.

Mereka berkata,”Letakkan senjatamu!”

Rib’I menjawab,”Aku tidak pernah berniat mendatangi kalian tetapi kalianlah yang mengundangku datang kemari. Jika kalian memerlukanku maka biarkan aku masuk dalam keadaan seperti ini. Jika tidak kalian izinkan, maka aku akan segera kembali.”

Rustam berkata,”Biarkan dia masuk.”

Maka Rib’i datang sambil bertongkat dengan tombaknya dalam keadaan posisi ujung tombak ke bawah sehingga bantal-bantal yang dilewatinya penuh dengan lubang-lubang bekas tombaknya.

Mereka bertanya bertanya kepada Rib’i,”Apa yang membuat kalian datang ke sini?”

Beliau menjawab  dengan kepercayaan diri yang begitu purna,

“Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah, dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dari kezhaliman agama-agama kepada keadilan Al-Islam. Maka Dia mengutus kami dengan agama-Nya untuk kami seru mereka kepadanya. Maka barangsiapa yang menerima hal tersebut, kami akan menerimanya dan pulang meninggalkannya. Tetapi barangsiapa yang enggan, kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil memperoleh apa yang dijanjikan Allah”

Mereka bertanya,”Apa yang dijanjikan Allah (kepada kalian)?”

Beliau menjawab,”Surga bagi siapa saja yang mati dalam memerangi orang-orang yang enggan dan kemenangan bagi yang hidup.”

Rustam pun berkata,” Sungguh aku telah mendengar perkataan-perkataan kalian. Tetapi maukah kalian memberi tangguh perkara ini sehingga kami mempetimbangkannya dan kalian pun mempertimbangkannya?”

Beliau menjawab,”Ya, berapa lama waktu yang kalian sukai? sehari atau dua hari?”

Rustam menjawab,”Tidak, tetapi hingga kami menulis surat kepada para petinggi kami dan para pemimpin kaum kami.”

Maka beliau pun menjawab,”Rasul kami tidak pernah mengajarkan kepada kami untuk menangguhkan peperangan semenjak bertemu musuh lebih dari tiga (hari). Maka pertimbangkanlah perkaramu dan mereka, dan pilihlah satu dari tiga pilihan apabila masa penangguhan telah berakhir.”

Rustam bertanya,”Apakah kamu pemimpin mereka?”

Beliau menjawab,”Tidak, tetapi kaum muslimin ibarat jasad yang satu. Yang paling rendah dari mereka dapat memberikan jaminan keamanan terhadap yang paling tinggi.”

Maka (akhirnya) Rustam mengumpulkan para petinggi kaumnya kemudian berkata,”Pernahkah kalian melihat (walau sekali) yang lebih mulia dan lebih benar dari perkataan lelaki ini?”

Mereka menjawab,”Kami minta perlindungan dari Tuhan supaya engkau tidak terpengaruh ajakan ini dan dari menyeru agamamu kepada agama anjing ini. Tidakkah engkau melihat pakaian yang dia pakai?”

Rustam menjawab,”Celaka kalian! Janganlah kalian melihat kepada pakaian. Akan tetapi lihatlah kepada pendapat, perkataan, dan jalan hidupnya! Sesungguhnya orang ‘Arab menganggap ringan masalah pakaian dan makanan. Tetapi mereka menjaga harga diri mereka.”

Subhanallah, lihatlah bagaimana sikap Rib’i bin Amir ats-Tsaqafi radiyallahu anhu di hadapan Rustam dan para pembantunya yang gemerlap dengan kemewahan yang mereka pamerkan. Sungguh naif jika ada kaum mukmin zaman sekarang yang begitu silau dengan kekayaan dan kejayaan orang kafir. Jika rasa rendah diri ini menguasai relung hati, maka bisa saja kita menjadi ummat yang bermental budak. Hidup di bawah ketiak orang-orang kafir yang memaksakan undang-undang dan keinginan mereka. Sehingga kita hidup di bawah baying-bayang mereka.

Kemudian mereka menjajah ideology dan ekonomi kita dan kita dijadikan anjing-anjing peliharaan untuk membasmi saudara seiman yang masih teguh memegang harga diri. Naudzubillah

Unggul Karena Iman

Kita sebagai mukmin bisa unggul dari umat-umat yang lain selama kita memegang teguh keimanan dan ideology kita yang hanif. Kita akan mengalahkan orang-orang kafir selama kita komit dengan tata kehidupan yang islami. Karena dengan berimannya kita, maka kita akan mendapatkan ridho Allah subhanahu wata'ala. Dengan berimannya kita, maka Allah subhanahu wata'ala akan memenangkan kita diantara ummat-ummat yang lainnya. Dan ini adalah janji Allah subhanahu wata'ala di dalam ayat ini.

Boleh jadi keterpurukan umat islam dewasa ini adalah karena jauhnya mereka dari system hidup yang islami. Muslim yang jauh dari al-quran dan sunnah (tidak mengamalkan hukum-hukumnya dan lebih memilih hukum buatan manusia), maka Allah akan menjauhkan mereka dari kemuliaan. Kita tak ubahnya seperti bangsa pengemis diantara umat-umat kafir.

Umar bin Khattab radiyallahu anhu pernah menulis sebuah surat berisi pesan untuk Sa’ad bin Abi Waqash ra. beserta pasukannya yang sedang pergi memerangi Persia di daerah Qadisiyah. Pesan ini bukan tentang strategi dan taktik perang, tapi tentang menjauhi kemaksiatan. Umar radiyallahu anhu menyatakan bahwa menjauhi kemaksiatan adalah kunci turunnya kemenangan dari Allah subhanahu wata'ala

Begini isi dari surat beliau:

“Amma Ba’du. Aku memerintahkanmu dan seluruh anggota pasukan untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wata'ala dalam setiap keadaan. Karena takwa kepada Allah subhanahu wata'ala  adalah senjata yang paling kuat dan strategi yang paling jitu untuk mengalahkan musuhmu.
Aku memerintahkanmu dan seluruh anggota pasukanmu untuk berhati-hati terhadap perbuatan maksiat, lebih dari hati-hati kalian terhadap musuhmu. Karena maksiat yang kalian perbuat lebih aku khawatirkan daripada kekuatan pasukan musuh.
Allah subhanahu wata'ala  memberikan kemenangan kepada pasukan Islam disebabkan musuh-musuhnya yang berbuat kemaksiatan. Kalau bukan karena itu, niscaya pasukan Islam tidak akan berdaya menghadapi pasukan musuh. Karena jumlah pasukan Islam tak seberapa dibanding jumlah pasukan musuh; persenjataan pasukan Islam pun tak ada apa-apanya dibandingkan persenjataan musuh. Sehingga seandainya pasukan Islam dan pasukan musuh sama-sama berbuat maksiat, maka pasukan musuh akan menang karena mereka lebih kuat dari segi jumlah dan senjata. Jika pasukan Islam tidak berbuat maksiat, maka pasukan Islam akan menang, karena keshalihan mereka, bukan karena kekuatan mereka.
Kemudian ketahuilah, selama perjalanan kalian, Allah subhanahu wata'ala mengirim para malaikat yang akan mengawasi. Mereka mengetahui apa yang kalian lakukan. Maka teruslah merasa malu kepada mereka. Janganlah kalian bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala ,padahal kalian sedang berada dalam jalan-Nya.
Janganlah kalian berkata bahwa kalian pasti akan menang karena musuh-musuh pasti lebih buruk dari kalian, sehingga mereka tidak akan mungkin menguasai kalian. Karena sangat mungkin sebuah kaum dikuasai oleh kaum yang buruk. Seperti Bani Israel yang dikuasai oleh kaum Majusi. Bisa demikian karena karena Bani Israel telah melakukan hal-hal yang membuat Allah subhanahu wata'ala  murka. 
Mohonlah kepada Allah subhanahu wata'ala  agar menolong kalian melawan jiwa kalian, sama seperti kalian memohon pertolongan dalam melawan musuh-musuh kalian. Aku juga memohon hal itu untukku dan untuk kalian.”

Nah, jelaslah bagi kita bahwa kunci kemenangan, kebahagiaan, kekuatan, kejayaan dan kemuliaan adalah dengan kembali kepada al-quran dan sunnah, menjauhi maksiat yang mendatangkan murka-Nya dan tentu saja jihad dengan semua kemampuan dan sarana yang dikerahkan. Karena jelaslah bagi kita, bahwa Allah subhanahu wata'ala melarang kita dari sikap lemah dan sedih hati. Karena keimanan akan selalu berjalan seiring dengan kejayaan.

0 komentar: