وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ
لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumkan:
‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, Kami
pasti akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku maka
sesungguhnya adzab-Ku amatlah pedih’.”
(QS. Ibrohim: 7)
---
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata,” Yaitu dengan mencabut
nikmat-nikmat yang telah diberikan kepada mereka, dan Allah menyiksa mereka
karena mengingkari nikmat tersebut.
Berkaitan dengan ayat ini, ada hadits yang menyebutkan,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ
يُصِيْبُهُ
"Sesungguhnya seorang manusia kerap terhalang dari
rezeki disebabkan dosa yang dilakukannya." (HR. Ibnu Majah)
Ibnu katsir memetik sebuah hikmah dari kitab Musnad Imam
Ahmad bahwa Rasulullah Saw. bersua dengan seorang peminta-minta. Maka beliau
memberinya sebiji buah kurma, tetapi si peminta-minta itu tidak mau menerimanya.
Kemudian beliau bersua dengan pengemis lainnya, maka beliau memberikan sebiji
kurma itu kepadanya, dan si pengemis itu mau menerimanya seraya berkata,
“(Betapa berharganya) sebiji buah kurma dari Rasulullah Saw.” Maka Rasulullah
Saw. memerintahkan agar si pengemis itu diberi uang sebanyak empat puluh
dirham.
***
Syukur itu mengandung keberkahan. Karena syukur adalah
pangkal dari keridhoan Allah Ta’ala. Syukurnya seorang hamba akan menerbitkan
rasa tentram di dalam jiwa, rasa aman dan kebahagiaan yang tiada terkira.
Syukur menghilangkan sifat iri dengki terhadap kelebihan dan harta yang
dimiliki oleh orang lain. Syukur juga melahirkan sifat qana’ah terhadap apa
yang telah Allah anugerahkan kepadanya.
Bersyukur itu harus purna dengan tiga hal,
1. Bersyukur dengan lisan.
Lisannya selalu basah dengan zikir dan hamdalah. Ketika ia
berbuat salah maka ia beristighfar dan memohon ampun. Tasbih, tahmid, takbir
dan tahlil selalu terlantun dari mulutnya. Ia bertasbih ketika melihat ciptaan
dan kekuasaan Rabbnya, ia bertahmid ketika menerima nikmat dari-Nya.
2. Bersyukur dengan hati.
Hati yang bersyukur adalah hati yang dipenuhi pengagungan
dan rasa cinta kepada Allah Ta’ala. Hati yang penuh dengan rasa tawakal dan
pasrah kepada Allah dan berharap kebaikan demi kebaikan dari Allah.
3. Bersyukur dengan amal perbuatan.
Kenikmatan demi kenikmatan dan anugerah yang Allah berikan
dibalas dengan ketaatan, walau dia tahu bahwa ketaatannya tidak akan setara
dengan limpahan nikmat Allah kepadanya. Menggunakan kenikmatan yang dia terima
untuk digunakan atau dihabiskan di jalan yang benar, bukan di jalan kemaksiatan
yang mengandung murka.
Hal ketiga inilah yang paling penting dalam kehidupan kita
sekarang ini. Sehingga Allah memerintahkan keluarga nabi Dawud untuk beramal
sebagai wujud syukurnya, sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya,
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya
dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang
(besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku).
Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali
dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (QS Saba’ : 13).
Para ulama tafsir menafsirkan firman Allah (Bekerjalah Hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah)) dengan pengertian kerjakanlah
pekerjaan kalian sebagai wujud syukur kepada Allah.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan dengan kata bekerjalah (اعملوا) dan tidak menyatakan:
(Syukurlah) untuk menjelaskan hubungan erat antara tiga macam syukur yaitu
syukur dengan hati, syukur dengan lisan dan syukur dengan seluruh anggota
tubuh.
Walaupun syukur itu sukar dilakukan secara sempurna namun
kita harus berusaha menyempurnakan rasa syukur kita kepada Allah, semoga
berhasil.
0 komentar: