Visi yang Jauh ke Depan



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. Al-Hasyr  [59]: 18)
Sahabat,

Tentunya kita semua menginginkan kesuksesan. Tapi amat sedikit yang memahami kesuksesan sejati . selama ini kita hanya memandang kesuksesan dari karir yang menanjak, nama yang tenar dan besar di hadapan khalayak, dan kekayaan yang melimpah serta orang-orang yang mencintai dan mengelu-elukan di sekitarnya.

Padahal kesuksesan dengan semua dekkripsi tadi tidak ada apa-apanya dibanding kesuksesan besar yang seringkali tidak pernah menjadi perhatian besar kita. Apa itu? Kesuksesan akhirat.

Sahabat,

Waktu terus berjalan dan tidak akan pernah berhenti atau menunggu. Waktu juga mustahil mundur. Apa yang kita rasakan detik ini belum tentu dapat kita rasakan esok hari. Masa depan adalah misteri, sehingga kita harus memiliki visi dan misi untuk menghadapinya. Walaupun masa depan itu misteri, tapi kita bisa memprediksi dengan apa yang kita bisa, karena sunnatullah begitu adanya.

Oleh karena itulah, segala sesuatu yang akan terjadi di masa depan bisa kita persiapkan dari sekarang. Yaitu dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit bekal untuk sesuatu yang tak terduga. Semakin banyak bekal kita, semakin banyak pula kesuksesan yang akan kita raih nantinya.

Sahabat,

Sedikit yang menyadari bahwa kehidupan yang sejati adalah kehidupan akhirat. Kehidupan yang langgeng abadi, tidak ada air mata duka dan penderitaan serta keluh kesah yang mengiringinya.

Dunia ibarat permainan selewat yang kadang membuat kita lupa akan akhirat. Persis seperti seorang anak yang melupakan tugas-tugas sekolahnya karena permainan yang menggiurkan, sehingga hari esok dihukum oleh guru karena abai dengan tugasnya.

وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ ( العنكبوت: 64)

"Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda-gurau dan permainan saja. Sesungguhnya akhirat itulah kehidupan sebenarnya, jika saja mereka mengetahui." (QS. Al-'Ankabut : 64)

Oleh karena itulah, Allah subhanahu wata'ala yang Maha Tahu akan tabiat manusia ini (sering lalai karena permainan dunia) memperingatkan lewat ayatnya yang luar biasa.

ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ( الحشر: 18)

"Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan perhatikanlah masing-masing kalian amal perbuatannya untuk akhirat! Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian perbuat." (QS. Al-Hasyr : 18)

Mengenai makna ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah di dalam kitab tafsirnya mengatakan, "Evaluasilah diri kalian sebelum amal perbuatan kalian dihitung, periksalah amal perbuatan yang kalian simpan untuk diri kalian demi hari dimana kalian akan dikembalikan dan diperlihatkan kepada Tuhan kalian!"

Evaluasi tersebut berdampak besar pada diri seorang hamba. Ia akan sadar bahwa telah banyak maksiat yang telah ia perbuat, dan ampunan Allah belum tentu ia terima. Sedangkan amal saleh yang ia kerjakan terlalu sedikit. Sehingga dengan mengevaluasi (muhasabah) diri, seseorang akan menambah perbuatan baiknya dan akan berhenti melakukan perbuatan yang buruk.

Jika kita perhatikan baik-baik perintah mengevaluasi diri pada ayat tersebut, kita akan dapatkan perintah tersebut diapit oleh dua perintah untuk bertakwa. Mayoritas ahli tafsir berpendapat bahwa pengulangan perintah takwa ini berfungsi untuk menekankan pentingnya takwa bagi seseorang yang beriman.

Perintah untuk mengevaluasi diri dan bertakwa diikuti dengan larangan menjadi orang yang lupa. Allah subhanahu wata'ala melanjutkan di ayat selanjutnya,

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (الحشر: 19)

"Janganlah seperti orang-orang yang melupakan Allah sehingga Allah membuat mereka lupa terhadap diri mereka sendiri. Merekalah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Hasyr: 19)

Dalam memaknai orang-orang yang melupakan Allah, Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud ialah orang-orang yang meninggalkan perintah-Nya, sehingga Allah akan menjadikan mereka lupa berbuat baik untuk kehidupan akhirat.

Begitulah, saking terlena dengan kenikmatan dunia, mereka lupa bahwa hidupnya cepat atau lambat akan segera berakhir. Tapi dia tidak pernah berpikir tentang hal itu sehingga lupa beribadah, lupa berbuat baik dan lupa menyiapkan bekal untuk hidup yang tiada akhirnya kelak.

 Dengan tegas Ibnu Katsir mengatakan, "Janganlah kalian lupa mengingat Allah sehingga Allah akan menjadikan kalian lupa mengenai perbuatan untuk kepentingan kalian sendiri dan yang bermanfaat untuk akhirat kelak.”

Jadilah kita para pemenang di masa depan. Yakni para pemenang yang mendapatkan surga karena telah merealisasikan visi besarnya untuk mendapatkan akhirat. Mereka itulah pemenang sejati, walau di dunia mengalami kekalahan dari berbagai segi. Seperti kalah dari segi kekuasaan, kekayaan, jabatan, politik, ekonomi, strata sosial, dan lain sebagainya.

0 komentar: